Ariyati, Ariyati (2019) Laporan asuhan kebidanan berkesinambungan pada Ny. I di poskesdes Manusup kecamatan Mantangai kabupaten Kapuas tahun 2019. Laporan Tugas Akhir, PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN, POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA.
Text
LTA+ARIYATI+FIX_compressed+(1)_reduce_compressed.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, diantaranya dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI). Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan Ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes, RI. 2017). Sekitar 25-50% kematian wanita usia subur di negara miskin disebabkan oleh masalah kehamilan, persalinan dan nifas. Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu hamil meninggal saat hamil dan bersalin (Kemenkes, RI. 2015) Mengacu pada data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia mencapai 359/100.000 kelahiran hidup, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Angka kematian ibu tahun 2012 ini lebih tinggi dari angka kematian ibu tahun 2007 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan hasil Survei Penduduk antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia turun menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dimana penyebab tertinggi kematian AKI adalah 32% disebabkan oleh perdarahan, 36% disebabkan oleh hipertensi dan penyebab lain kematian ibu disebabkan oleh faktor hormonal, kardiovaskuler dan infeksi (Kemenkes, RI. 2017). Di Kalimantan Tengah, pada tahun 2015 jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 80 kasus, dengan penyebab terbanyak akibat komplikasi dalam persalinan seperti perdarahan dan kelahiran yang sulit. Angka tersebut turun menjadi 74 kasus kematian ibu pada tahun 2016 (Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah, 2016-2017). Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) secara global, tingkat kematian bayi telah menurun dari tingkat perkiraan 64,8 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 30,5 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2016, sedangkan kematian bayi tahunan telah menurun dari 8,8 juta pada tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun 2016 (WHO, 2017). Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia berdasarkan SDKI tahun 2012 yaitu 32/1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Hasil Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menunjukkan bahwa AKB di Indonesia mengalami penurunan sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup dari tahun 2012 yaitu 32 kematian per 1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi salah satunya disebabkan oleh BBLR sebanyak 11.2% (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan jumlah kasus kematian bayi di Kalimantan Tengah, pada tahun 2015 jumlah total kematian bayi sebanyak 407 kasus kematian, sedangkan pada tahun 2016 mengalami sedikit penurunan menjadi 392 kasus kematian bayi (Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah, 2017) Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kematian Ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Pada tahun 2016, di Indonesia cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2016 sebanyak 80,61% (Kemenkes, RI. 2017). Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia meluncurkan program Expanding Maternal and neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal dengan cara:1) meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/ Balkesmas PONED, dan 2) memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit. Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan dan pelayanan Keluarga Berencana. Upaya-upaya tersebut terdiri dari: 1) pelayanan kesehatan ibu hamil, 2) pelayanan imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur dan ibu hamil, 3) pelayanan kesehatan ibu bersalin, 4) pelayanan kesehatan ibu nifas, 5) puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dan 6) pelayanan kontrasepsi (Kemenkes, RI. 2017) Di Kalimantan Tengah angka cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi pada tahun 2016 sebesar 78,15% lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 79,05%, ada penurunan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 86,7%, dan tahun 2013 sebesar 89,6%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Kalimantan Tengah dalam kurun 4 tahun terakhir mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2016 sebagian Kabupaten masih belum mencapai target yang telah ditetapkan sebesar 89% untuk persalinan di tolong tenaga kesehatan, Kota Palangka Raya adalah kota yang paling tinggi capaian persalinan di tolong tenaga kesehatan yaitu 90,27% (Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah, 2017). Rendahnya cakupan pertolongan persalinan ditolong tenaga kesehatan yang kompeten menunjukkan bahwa masih tingginya pertolongan persalinan yang ditolong dukun dan tingkat pengetahuan ibu tentang pertolongan persalinan yang aman Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam bidang kesehatan lebih menitikberatkan kepada aksestabilitas dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat Puskesmas dan jaringannya (Pustu, Polindes, Poskesdes) maupun rumah sakit. Pandangan kedepan Pemerintah Daerah provinsi Kalimantan Tengah di bidang kesehatan untuk mencapai tujuan menjadikan masyarakat Kalimantan Tengah yang sehat dimanifestasikan kedalam Program Pembangunan Kesehatan yang oleh Gubernur Kalimantan Tengah digagas dan dinamai sebagai “Kalteng Berkah”. Untuk mengurangi AKI telah dilakukan berbagai upaya diantaranya meningkatkan kesehatan ibu dimasyarakat dengan; Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K); kelas ibu hamil; program kemitraan bidan dan dukun serta rumah tunggu kelahiran. Disamping itu juga dengan meningkatkan kesehatan ibu di fasilitas pelayanan kesehatan dsar dan rujukan dengan pelayanan antenatal terpadu (HIV-AIDS, TB dan Malaria, Gizi dan Penyakit tidak menular), pelayanan KB berkualitas dan berkesinambungan, pertolongan persalinan, nifas dan KB oleh tenaga kesehatan. Untuk mencapai target penurunan AKB pada Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal) menjadi prioritas utama (Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah, 2017) Di Kabupaten Kapuas, upaya penurunan AKI dan AKB dituangkan pada program rumah tunggu. Pada tahun 2015 Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas melalui Dinas Kesehatan mulai mengembangka Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang diperuntukkan bagi keluarga ibu hamil atau bersalin untuk tempat tinggal sementara sambil menunggu ibu melahirkan. Hal ini dilakukan untuk mendekatkan setiap ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Sehingga pada saat kelahiran nanti dapat ditolong oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dengan fasilitas yang memadai. Pada akhir tahun 2016, ada 28 rumah tunggu yang sudah dikembangkan di Kabupaten Kapuas (Hayati, 2017) Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu, antara lain bertujuan untuk melindungi hak reproduksi ibu dalam proses kehamilan termasuk perlindungan terhadap bayinya, Kementerian Kesehatan menekankan pada penyediaan pelayanan kesehatan ibu yang dilaksanakan secara terpadu yang dimulai sejak pelayanan antenatal untuk mendeteksi masalah/ kelainan yang diderita, pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan bayi baru lahir (Depkes, 2010). Bidan sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada wanita harus bisa menerapkan asuhan menyeluruh bagi ibu dan bayi. Asuhan kebidanan komprehensif yang diberikan kepada ibu yang dimulai pada saat ibu menjalani proses kehamilan, persalinan dan masa nifas serta diberikan pula asuhan kepada bayi yang dilahirkan dalam upaya untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB (Kemenkes, RI. 2017). Oleh karena itu untuk membantu upaya percepatan penurunan AKI salah satunya adalah melaksanakan asuhan secara berkelanjutan atau Contuinity of Care. Continuity of Care adalah pelayanan yang dicapai ketika terjalin hubungan yang terus-menerus antara seorang wanita dan bidan. Asuhan yang berkelanjutan berkaitan dengan tenaga profesional kesehatan. Pelayanan kebidanan dilakukan mulai prakonsepsi awal, kehamilan, selama semua trimester, kelahiran dan melahirkan sampai 6 minggu pertama postpartum (Pratami, 2014) Ny.I adalah seorang ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Manusup yang kebetulan bertemu peneliti pada saat kunjungan kehamilan pada usia kehamilan 30 minggu atau ibu hamil trimester III. Ny. I mempunyai riwayat abortus dan jarak kehamilan yang cukup lama, yaitu 8 tahun, pada saat anamnesa Ny. I sangat kooperatif. Berdasarkan hal tersebut Ny.I memenuhi syarat untuk menjadi responden dalam Laporan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan
Item Type: | Tugas Akhir Mahasiswa (Laporan Tugas Akhir) |
---|---|
Subjects: | 11 MEDICAL AND HEALTH SCIENCES > 1110 Nursing > 111011 Nursing Specialties > 11101114 Midwifery |
Divisions: | Jurusan Kebidanan > Program Studi Diploma III Kebidanan |
Supervisor: | Hatini, Erina Eka |
Depositing User: | Riyanti |
Date Deposited: | 29 May 2020 22:04 |
Last Modified: | 13 Dec 2022 08:23 |
URI: | http://repo.polkesraya.ac.id/id/eprint/244 |
Actions (login required)
View Item |